
Medan, Persma Kreatif — Guru merupakan profesi yang sangat mulia, namun nasib guru di Indonesia belum mencapai kata sejahtera. Fakta di lapangan, masih banyak Guru yang belum sejahtera hidupnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 14 ayat (1) mengatur bahwa guru mempunyai hak memperoleh penghasilan melebihi kebutuhan minimum serta jaminan kesejahteraan sosial. Namun, dalam praktiknya di lapangan masih banyak guru yang belum memperoleh jaminan kesejahteraan sosial.
Tanpa jasa dan pengabdian Guru, tidak akan ada pejabat, menteri, ataupun pemimpin hari ini. Melalui ilmunya, Guru mencetak banyak orang menjadi hebat. Bukan hanya sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembimbing dan teladan untuk siswanya.
Dengan segala pengorbanan yang dilakukan oleh Guru, bukankah seharusnya guru mendapatkan gaji yang layak? Guru tidak bisa hanya dihargai dengan kata-kata manis atau slogan indah, tapi harus dengan tindakan nyata.
Namun, pendapat berbeda datang dari Menteri Agama (MENAG) RI, Nasaruddin Umar. Ia menegaskan bahwa guru merupakan pekerjaan mulia yang beramal jariyah.
“Guru itu tujuannya mulia, bagaimana memintarkan anak orang itu tujuannya, bukan mencari uang. Kalau mau mencari uang jangan jadi Guru, jadi Pedagang aja,” ucap Nasaruddin.
Nasaruddin menyampaikan hal tersebut saat membuka Pembelajaran Pendidikan Profesi Guru (PPG) Kementerian Agama di UIN Syarif Hidayatullah pada hari Rabu 03 September 2025.
“Insyaallah, pekerjaan yang paling mulia itu adalah memintarkan orang yang bodoh itu amal jariyah, lebih buat amal jariyahnya,” ujarnya lagi.
Setelah beberapa jam pernyataan itu viral di sosial media, Nasaruddin memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas pernyataannya yang seperti merendahkan profesi Guru.
“Saya menyadari bahwa potongan pernyataan saya tentang guru menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru. Justru sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dengan ketulusan hati merekalah generasi bangsa ditempa,” ujar Nasaruddin dalam keterangan pers Kemenag.
Dikutip dari Melintas.id kisah Pak Saryono yang menjadi Guru Honorer selama 33 tahun dan digaji Rp350.000 per tiga bulannya. Kisah ini bukan untuk disanjung dan menjadi kisah inspiratif, tapi seharusnya hal ini menjadi momok untuk Pemerintah karena tidak bisa menjamin kehidupan Guru di Indonesia.
Pemerintah tidak boleh menutup mata dengan realita yang ada. Guru seharusnya ditempatkan di posisi yang terhormat, bukan hanya secara moral, tetapi juga secara ekonomi.
Berdasarkan data Jobstreet pada Agustus 2025, rata-rata gaji guru di Indonesia berkisar antara Rp3.800.000 hingga Rp5.500.000 per bulan. Angka ini berbeda di tiap daerahnya dan hal ini menjadikan gaji guru Indonesia terendah se-Asia Tenggara.
Namun, menurut Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada Mei 2024, gaji guru honorer di berbagai provinsi Indonesia masih ada yang di bawah Rp 500.000 per bulan. Sementara banyak guru honorer, memiliki gaji di bawah Rp2.000.000.
Sementara itu, gaji pejabat Indonesia melebih gaji Guru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, gaji pokok DPR berkisar antara Rp4.200.000 – Rp5.000.000 per bulan. Namun, di luar gaji pokok, terdapat tunjangan-tunjangan lain sehingga per bulan bisa mendapatkan lebih dari Rp50.000.000 per bulan.
Dilansir dari Detik.com, Prabowo juga telah mengumumkan kenaikan gaji bagi guru ASN dan tunjangan bagi guru non-ASN. Guru ASN akan mendapat kenaikan 1 kali gaji dan guru non-ASN mendapat tunjangan Rp2.000.000 setiap bulan mulai 2025.
Namun, jumlah kenaikan itu rasanya masih kurang mengingat gaji pejabat lebih besar dari Guru. Bagaimana mungkin guru bisa fokus mendidik dengan maksimal kalau dirinya sendiri masih harus pusing memikirkan kebutuhan sehari-harinya.
Masalah ini sangat krusial yang mengakibatkan banyak Guru harus mencari kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu hal ini akan berdampak pada menurunkan status sosial profesi Guru.
Penulis: Fira


Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.