
Medan, Persma Kreatif – Media sosial mahasiswa belakangan ini dipenuhi oleh foto profil dengan nuansa pink dan hijau. Tren ini bukan sekadar gaya visual, melainkan bentuk solidaritas dan perlawanan digital yang berakar pada dinamika sosial dan politik di Indonesia hari ini.
Fenomena ini bermula dari momen viral seorang ibu berjilbab pink, berdiri sendirian di tengah kerumunan aparat dengan bendera merah putih di tangannya. Ia kemudian dijuluki sebagai simbol “Brave Pink” yang berarti keberanian moral rakyat kecil melawan ketidakadilan.
Tidak lama berselang, publik diguncang kabar duka, Affan Kurniawan almarhum driver ojek online, meninggal tertindas kendaraan taktis saat aksi demonstrasi. Jaket hijau ojol yang melekat padanya kini menjelma simbol “Hero Green” yang melambangkan solidaritas untuk para pekerja kecil yang suaranya kerap terpinggirkan.
“Warna pink dan hijau ini adalah bahasa visual rakyat. Mereka mungkin tidak bisa berteriak di jalan, tetapi bisa menyuarakan sikap melalui simbol,” ujar pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Ade Armando, dikutip dari Detik.com (2/9/2025).
Selain itu, warna Resistance Blue ikut mengiringi dan mewakili sikap rakyat yang menolak represi aparat dan kesewenang-wenangan kekuasaan.
Mengubah foto profil memang tampak sederhana. Namun, ia menyimpan makna besar, bahwa suara rakyat bisa hadir dengan berbagai cara, bahkan lewat simbol visual.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Aiman Witjaksono, menegaskan dalam konferensi pers (1/9/2025):
“Tren foto profil ini adalah ekspresi kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Aparat dan pemerintah sebaiknya mendengar, bukan meremehkan suara digital rakyat.”
Bagi mahasiswa, simbol ini menjadi pengingat bahwa perjuangan tidak hanya milik mereka yang berada di jalan, tetapi juga setiap individu yang memilih untuk tidak diam.
Lebih dari sekadar tren, foto profil pink dan hijau bukan tren sesaat. Ia adalah refleksi keresahan kolektif atas kondisi bangsa. Solidaritas digital ini seharusnya tak berhenti di klik dan unggahan semata. Mahasiswa, sebagai _agent of change_, punya tanggung jawab moral untuk mengubah solidaritas digital menjadi solidaritas nyata dengan diskusi kritis, kajian ilmiah, hingga aksi advokasi di ruang publik.
Pink dan hijau hanyalah warna, tapi di tangan rakyat ia berubah menjadi suara.


Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.