DPR RI Sahkan Revisi UU TNI di Tengah Pro Kontra Publik

0
25

Jakarta, Persma Kreatif – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Keputusan ini mendapat perhatian luas dari publik karena sejumlah poin yang dianggap kontroversial.

Sidang paripurna tersebut dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri oleh sejumlah pimpinan DPR, seperti Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir. Selain itu, beberapa pejabat negara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, turut hadir dalam agenda tersebut.

Dalam sesi pengambilan keputusan, Puan Maharani meminta persetujuan dari anggota dewan yang hadir.

“Apakah rancangan undang-undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanyanya.

Para anggota dewan yang hadir pun serempak menyatakan “setuju”, yang kemudian diikuti dengan ketukan palu sebagai tanda pengesahan.

Poin Penting dalam Revisi UU TNI

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, sebelumnya telah memaparkan berbagai poin perubahan dalam revisi undang-undang ini. Beberapa di antaranya meliputi kedudukan TNI, batas usia pensiun, serta aturan mengenai penempatan prajurit aktif di kementerian atau lembaga tertentu. Ia menegaskan bahwa tidak ada indikasi kebangkitan konsep dwifungsi TNI dalam revisi ini.

Proses pembahasan RUU TNI dimulai sejak 18 Februari 2025, setelah DPR menerima surat dari Presiden Prabowo Subianto terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan.

Komisi I DPR RI kemudian mengadakan rapat internal pada 27 Februari 2025 dan membentuk Panja dengan 23 anggota untuk mempercepat pembahasan. Selama prosesnya, Panja mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan masyarakat sipil, guna memastikan adanya partisipasi publik. Kesepakatan di tingkat pertama antara Komisi I DPR RI dan pemerintah akhirnya tercapai pada 18 Maret 2025.

Meskipun telah disetujui oleh seluruh fraksi, sehari sebelum pengesahan, sejumlah perwakilan pemerintah, seperti Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas, Wamenkeu Thomas Djiwandono, Wamenhan Donny Ermawan Taufanto, serta Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, masih menggelar rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI guna merampungkan aspek teknis revisi.

Sorotan Publik terhadap Pasal Kontroversial

Beberapa poin dalam revisi UU TNI menuai kritik, terutama Pasal 47 yang memperluas cakupan instansi sipil yang dapat ditempati oleh prajurit aktif dari 10 menjadi 14 kementerian/lembaga. Kebijakan ini memicu kekhawatiran bahwa hal tersebut berpotensi mengembalikan konsep dwifungsi TNI yang sebelumnya telah dihapus pada era reformasi.

Selain itu, Pasal 53 mengenai perpanjangan usia pensiun TNI juga menjadi perdebatan. Dalam revisi terbaru, usia pensiun dibagi dalam tiga kategori, yakni tamtama dan bintara, perwira menengah, serta perwira tinggi, dengan tambahan masa dinas tertentu.

Sejak dini hari sebelum pengesahan, kelompok masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI untuk menyatakan penolakan terhadap revisi UU TNI. Demonstrasi ini melibatkan berbagai elemen, termasuk koalisi sipil dan mahasiswa, yang bahkan mendirikan tenda-tenda sebagai bentuk protes. Pengamanan di sekitar gedung pun diperketat dengan kehadiran aparat kepolisian dan TNI.

Pemerintah Respons Kritik Publik

Menanggapi kekhawatiran publik, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa revisi ini tidak bertujuan untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Menurutnya, perubahan yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan menyesuaikannya dengan kebutuhan pertahanan negara.

“Kami memastikan bahwa tidak ada indikasi dwifungsi dalam revisi ini. Semua perubahan telah dibahas secara transparan dengan melibatkan berbagai pihak,” ujarnya.

Meskipun revisi ini telah resmi disahkan, perdebatan terkait isinya diperkirakan akan terus berlanjut. Sejumlah pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil, berencana mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi guna mengkaji kembali beberapa pasal yang dinilai bermasalah.

Dengan pengesahan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam regulasi militer. Kini, publik akan terus mengawasi bagaimana implementasi undang-undang ini berlangsung di lapangan dan apakah kekhawatiran yang disampaikan dapat diatasi oleh pemerintah.

Penulis: Putri

Editor: Chairunnisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini