Medan, Persma Kreatif – Pernahkah kamu mendengar kalimat-kalimat seperti,
“psssttt, mo ke mana dek”
“Halo dek! mo ke mana dek, ayok la ikut abang”
“kaka ini cantik kali, bisa la ya kan kak?
atau mungkin, “otot mu seksi kali bang!”
atau kamu pernah menjadi korban atas kejadian ini?
Ungkapan-ungkapan ini tak jarang terdengar di jalanan, transportasi umum, hingga lingkungan kampus. Fenomena ini dikenal sebagai catcalling, bentuk pelecehan seksual verbal yang memiliki dampak buruk bagi psikologis dan emosional korbannya.
Perlu diingat kembali, catcalling dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang identitas gender. Lelaki maupun perempuan bisa menjadi pelaku atau pun korban.
Tindakan catcalling tidak hanya berupa siulan atau ajakan, tetapi juga sering kali melibatkan penghinaan fisik, mempermalukan di depan umum, memaki, bahkan mengancam dengan kata-kata.
Meski kerap dianggap sepele dan hanya gurauan, catcalling adalah bentuk pelecehan yang tidak boleh ditoleransi. Semua orang berhak merasa nyaman tanpa takut akan ancaman verbal.
Fenomena ini memerlukan perhatian serius karena bisa menjadi awal dari pelecehan yang lebih parah, termasuk pelecehan fisik.
Dampak catcalling bagi korban sangat lah serius. Secara psikologis dan emosional, hal ini aku mendatangkan trauma bagi korban. Selain itun korban bisa merasa rendah diri, depresi, hingga takut untuk keluar dan berinteraksi dengan orang lain.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan instansi pendidikan untuk mencegah semakin maraknya catcalling dengan memberikan edukasi bahaya catcalling dan sanksi tegas serta efek jera.
Di samping itu, kesadaran setiap individu memanglah kunci utamanya untuk menghentikan perbuatan rendah seperti ini.
Penulis: Visensia
Editor: Chairunnisa