asd
16.7 C
New York

Kajian Keislaman PK. IMM K. H. Ahmad Badawi

Published:

Kajian Keislaman PK. IMM K. H Ahmad Badawi Unimed, series ke-tiga mengusung tema “Mengapa Muhammadiyah Berbeda? (Muhammadiyah dalam penetapan zakat)”. Pada Kamis, 28/04/2022 pukul 14.00-15.30 wib melalui virtuan Google Meeting. Menghadirkan Ayahanda DR. H. Sudirman Suparmin. LC., MA, (majelis tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara) sebagai pemantik yang ahli pada tema kajian hari ini.

Dalam penyampaiannya Ayahanda menyampaikan bahwa zakat merupakan rukun islam yang ketiga setelah shalat. Yang hukumnya wajib untuk dilaksanakan, namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara Muhammadiyah dengan organisasi islam lainnya di Indonesia. Mengapa bisa berbeda?

Islam yang memiliki 5 pilar yaitu, (1) mengucapkan kedua kalimat syahadat sebagai kalimat tauhid (2) melaksanakan Shalat (3) berpuasa di bulan ramadhan (4) zakat (5) haji. Yang kelimanya diatur dalam buku tarjih muhammadiyah. Permasalahan yang diatur sebenarnya bukan pada prinsipnya (rukuk, sujud, fatihah) tetapi perbedaan dalam pelaksanaannya.

Ada diantara terkait dengan zakat. Zakat adalah jumlah harta tertentu yg wajib dikeluarkan oleh orang dengan beragama Islam. Syarat berzakat adalah islam dan ada 8 golongan penerima zakat. Zakat adalah salah satu cara untuk meminimalisir ketimpangan dalam Islam. Dengan zakat sebagai upaya penghubung dan pererat kita sebagai umat muslim. Adanya zakat si miskin dapat menghargai si kaya dan si kaya mengeluarkan kewajiban nya (Agar harta itu jangan beredar di antara si kaya dan si kaya)

Secara hukum islam orang yang tidak mau membayar zakatnya ada kebolehan pemerintah untuk mengambil paksa hartanya, namun hukum tersebut tidak diberlakukan di Indonesia mengingat Indonesia bukanlah negara Islam. Dalam al-quran ada keseimbangan antara zakat dan shalat, banyak ayat yang menyebutkan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat didalam alquran, yang menunjukkan bahwa Hablumminallah perlu dan Hablumminannas juga perlu untuk dilakukan.

Adapun ketentuan zakat harta/mall meliputi:
Pertama, zakat harta atau zakat mall memiliki nisab (ukuran/timbangan) yang setara dengan 93 gram. 850.000 x 83 gram sekitar Rp. 70.550.000, Nisab ukurannya harus sepadan.
Kedua, Haul atau masa memegang harta sampai dengan 1 tahun sehingga berlakulah hukum wajib zakat.
Ketiga, harta harus dimiliki dan dipegang (bukan yang dipinjamkan/harta murni).
Setelah ketiga syarat terpenuhi maka orang tersebut wajib mengeluarkan 2.5% dari jumlah hartanya

Kemudian dalam Muhammadiyah ada yang dinamakan dengan zakat profesi, terdapat dua pandangan ulama terhadap zakat profesi ini, pertama zakat profesi tidak wajib atau harus, karena zakat profesi tidak ada pada masa nabi, sehingga sesuatu yg tidak ada pada masa nabi tidak perlu dilakukan dimasa sekarang. Kedua, Wajib dan lebih utama, orang yang berpenghasilan (tiap hari, minggu, dan bulan) seperti dokter, pengacara dll, yang setiap bulan berpendapatan wajib untuk mengeluarkan. Seperti halnya petani yang wajib mengeluarkan zakat dari hasil panen (zakat pertanian) setiap panen 3 bulan sekali sehingga berdasarkan analogi tersebut zakat profesi wajib untuk dikeluarkan.

Berdasarkan pendapat Ketua Tarjih Wilayah Pusat Yunahar ilyas zakat yg dikeluarkan adalah saldo akhir. Misalkan seseorang berpenghasilan 10 Jt dalam 1 bulan namun 9Jt digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam sebulan sehingga saldo atau tabungan yang dapat ia simpan hanya 1 Jt, sehingga zakat yang harus dikeluarkan oleh orang tersebut adalah 2,5% dari 1 Jt (Saldonya).

Perhitungan zakat di muhammadiyah diambil dari pendapat ulama-ulama sebelumnya. Memberikan zakat sesuai dengan harganya (uang). Boleh berzakat dengan harga.
berbeda dengan mazhab imam Syafi’i yang dianut di Indonesia yang harus memberikan zakat berupa makanan pokok seperti beras, Muhammadiyah membolehkan zakat dengan uang sesuai harga barang tersebut.

“Hukum tarjih dan tajdid yang diatur dalam Muhammadiyah mengutamakan kemaslahatan umat, Tajdid (pembaharuan) diperlukan untuk merelevankan, bisa saja ada pembaharuan terkait dengan konsep pengamalan karena perubahan hukum itu bisa berpengaruh terkait dengan adat istiadat setempat, terkait dengan waktu untuk mengedepankan dan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan kemaslahatannya lainnya. Pertimbangan tersebut dilakukan berdasarkan kajian dewan majelis tarjih sehingga hal tersebutlah yang membedakan muhammadiyah dengan organisasi lainnya dalam mengambil keputusan zakat”. Ungkap Ayahanda sebagai penutup dalam penyampaian materi kajian hari ini.

Kru : Adinda

Related articles

Recent articles