asd
23.3 C
New York

Puisi sebagai Terapi Pemulihan Emosi dalam Diri

Published:

Banyak orang berpendapat bahwa puisi adalah bentuk ungkapan perasaan seorang penyair/penulis puisi. Karya sastra yang berasal dari pemikiran, pendapat, perasaan, maupun pengalaman ini menjadi bahasa yang digunakan untuk menyentuh hati-hati banyak orang, sebab sesuatu diungkapkan dengan cara yang menarik dan bahasa yang artistik. Bahasa kalbu yang apik dan cantik. Terdapat nilai estetika dan memiliki struktur batin dan fisik yang ditorehkan seorang penyair sebagai ciri khasnya. Dikemas dan disusun dengan kata yang padat dan penuh makna. Puisi menjadi satu wadah peluapan segala macam bentuk emosi di sisi penyair maupun pembaca.

Dari sisi penyair, menulis puisi tentunya melibatkan indra serta emosi yang memicu pikiran dan perasaan untuk jujur dan terbuka. Melalui tinta dan kertas mereka dapat menyuarakan bebagai hal sebagai langkah awal mengeskpresikan diri. Seseorang bebas berekspresi disana, menumpahkan segala isi pikiran, perasaan, juga mencurahkan sesuatu yang tidak dapat diucapkan dan diperbuat. Menjadi salah satu cara mengungkapkan keresahan dan jalan untuk mengeluarkan emosi-emosi negatif yang ada pada diri. Dengan menyalurkan emosi-emosi tersebut dalam bentuk kata-kata, secara tidak langsung penyair berusaha mengidentifikasi dan memahami emosi yang sedang berkecamuk, sehingga membuat diri mampu melihat masalah yang ada dengan pikiran yang lebih jernih.

Pikiran yang jernih akan membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah. Sebab sebenarnya sering kali masalah begitu mudah dipecahkan namun saat pikiran kacau, dunia terasa gelap sampai-sampai solusi pun tak nampak, padahal di depan mata. Akhirnya menimbulkan stres, kemudian mengambil keputusan yang salah, atau mungkin hanya memberikan jalan keluar sesaat. Ketika keputusan diambil hanya sebagai jalan keluar sesaat, bisa jadi malah menimbulkan insiden yang lebih besar di kemudian hari. Itulah pentingnya seseorang memiliki pikiran yang jernih ketika menghadapi suatu masalah.

Stres, kalut, bimbang dan bingung, adalah respon normal kehidupan dan tentu saja tidak luput dari manusia manapun. Meskipun dihindari dan dicegah terjadi, persoalan tersebut melekat pada setiap insan. Perlu dipelajari bagaimana mengelolanya dan menyalurkannya agar tubuh tidak hilang kendali dan jatuh ke liang kehancuran. Ketika diri mulai merasakan emosi-emosi negatif tesebut sangat baik bagi psikologis seseorang untuk menuangkannya melalui media. Menulis merupakan media yang tepat untuk menyapu bersih pikiran dari hal-hal ‘kotor’ yang memadati isi kepala dan yang mengaduk-aduk perasaan. Secara psikologis penulis mendapatkan kelegaan batin dan kepuasan emosional lewat puisi yang dituliskannya, semacam menyalurkan dan disalurkan energi secara magis. Pikiran dan perasaan yang bersinergi akan menjadi satu kesatuan yang solutif untuk mendapatkan win win solution. Hal tersebut sangat membantu jiwa dan mental menjadi lebih sehat.

Berdasarkan ilmu psikologi, pelepasan emosi atau keluh kesah yang tersimpan di dalam batin disebut katarsis. Dilansir dari alodokter.com, katarsis juga dimaknai sebagai cara untuk melampiaskan emosi negatif secara positif agar seseorang merasa lebih lega dan bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan perasaan yang lebih baik.

Sewaktu menulis, penyair bebas bereskpresi. Sembari berekspresi serta merta membangun komunikasi dengan puisi itu sendiri. Tercipta koneksi disana, antara puisi dengan pengalaman pribadi, dan membantu mengeksplorasi pengalaman tersebut, mendapatkan insight, dan membuat perubahan yang diperlukan dalam perilaku. Alhasil memberikan efek terapeutik yang tinggi pada pikiran. Komunikasi terapeutik ini dapat diartikan sebagai bentuk komunikasi dalam rangka menyembuhkan/memulihkan pengalaman emosional seseorang. Bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental.

Sebagaimana dijelaskan oleh penulis Geri Giebel Chavis dalam Puisi dan Terapi Cerita: Kekuatan Penyembuhan Ekspresi Kreatif (Menulis untuk Terapi atau Pengembangan Pribadi) bahwa pengakuan pikiran terdalam memungkinkan kita untuk jujur pada diri kita sendiri dan meningkatkan kreativitas, ekspresi, serta harga diri.

Puisi terbaik dihasilkan ketika penyair benar-benar berada di tengah emosi dan berjuang untuk mendapatkan kejelasan. Usai menuliskannya, kata perkata akan mendorong penulis untuk berhenti sejenak dari gulat pikiran dan mempertimbangkan kembali hidup. Penulis diberikan kesadaran yang nyata tentang sesuatu yang baik dan buruk, datang dan pergi, ada dan tiada. Betapa cepat kehidupan berjalan melewatinya dan betapa menyedihkannya ketika tidak benar-benar hidup tetapi hanya melewati cepatnya waktu. Perasaan sedih dan hampa yang ditimbulkan, membuat ia mengakui perasaan yang ada dalam diri. Hal itu juga mendorong untuk menikmati momen saat ini, pikiran lambat laun akan tersusun dan menjadi lebih sedia. Proses tersebut perlahan akan mempertemukan penyair dengan kejelasan yang diharapkan dan menuntunnya bergerak maju.

Meski bukan seorang penyair, hanya sebagai penikmat puisi, puisi sendirilah yang akan membawa jiwa seseorang hanyut ke dalamnya. Menyelami tiap-tiap kata, larik dan bait. Bebas bereskpresi sama halnya dengan penyair. Puisi yang menarik hati, akan membuat orang-orang setuju dan merasa apa yang sedang ia rasakan adalah benar dan orang lain di luar sana juga pernah berada di fase yang sama dengannya. Mereka cukup mengetahui bahwa mereka tidak sendirian.

Adanya perasaan terikat secara emosional antara penyair-puisi-pembaca tidak hanya membangun komunikasi terapeutik seperti yang dijelaskan di atas, tetapi juga sebagai katalisator. Muncul reaksi yang menstimulus otak agar segera merespon suatu problem di depan mata. Ketika insting tergerak dan sadar akan sesuatu membuat pribadi segera mengambil keputusan untuk hidupnya. Betapapun sulitnya mengantisipasi keputusan, kesiapan dirilah yang dapat membuat hidup jauh lebih baik. Oleh sebab itu terapi/pemulihan psikologis sama berartinya dengan pemulihan luka fisik.

Membaca puisi apalagi membacanya dengan lantang, akan meningkatkan penerimaan diri dan keberanian. Perasaan puas dan lega setelah melepas emosi negatif tadi menjadi lebih melegakan. Dimana pembaca dilatih menghadapi masalah dari modal keberanian tersebut, sebagai proses membangun kembali penilaian terhadap diri serta kehidupannya. Hal ini sejalan dengan penulis Geri yang menyebut terapi puisi dapat meningkatkan harga diri.

Buku yang berjudul Metodologi Penelitian Psikologi Sastra, Endraswara (2008:39) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan puisi, keberadaan emosi berada dalam dua posisi. Pertama, emosi berada dalam diri penyair dan pada akhirnya terealisasi dalam penataan unsur formal puisi, seperti persajakan, asonansi, aliterasi, dan sebagainya. Kedua, emosi yang berada dalam diri pembaca, yang muncul karena adanya aspek emosionalitas yang dimunculkan oleh puisi yang dibacanya.

Ada contoh pemulihan emosi melalui puisi bersumber dari sejarah, yang didokumentasikan selama perang dunia dan perang saudara Amerika: puisi dibacakan kepada tentara untuk membantu mereka mengatasi trauma keberingasan perang. Fenomena yang terjadi, para dokter akan menulis puisi untuk pasien yang berhubungan secara emosional dengan pasien yang dirawatnya. Contohnya sepeti William Carlos, John Keats, Anton Chekov, dan Oliver Wendell Holmes, Sr, seorang dokter sekaligus penyair.

Puisi juga telah digunakan oleh para dokter dan dokter modern di Yale University School of Medicine dan University College London School of Medicine. Terapi puisi cukup diakui dan dikenal dengan sebutan “biblioterapi”, serta telah mendapatkan pengakuan secara formal dengan terbentuknya organisasi National Association for Poetry Therapy (NAPT). Secara global, Federasi Internasional untuk Terapi Biblio/puisi menetapkan standar keunggulan dalam pelatihan dan kredensial praktisi di bidang ini, yang membuat mereka memenuhi syarat untuk berlatih. Penggunaan puisi sebagai bentuk terapi pun terus berkembang. Semakin banyak psikoterapis di AS, Inggris, dan Eropa terus menggunakan terapi puisi sebagai bagian dari praktik.

Puisi dalam terapi dapat membuat seseorang mampu memfasilitasi perasaan atau memahami dirinya sendiri, gaya hidupnya, dan lain-lain. Puisi dapat menjadi cara alternatif pengobatan. Saat ini, terapi puisi memiliki daya tarik yang luas, diketahui teori-teori kepribadian dan psikoterapi menggunakan teknik puisi sebagai sebuah alat pendukung dan telah diakui di bidang tersebut. Setiap orang hendaknya berupaya mencurahkan masalah psikologisnya dalam bentuk apapun. Ketika mendapati kemalangan, menghadapi permasalahan, merasakan kehilangan, semua itu dapat diekspresikan melalui puisi sebagai jalan terapi, sebagai pemulihan emosional dalam diri. Memulihkan emosi bukan saja agar diri merasa tenang tetapi juga agar terhindar dari penyakit-penyakit lain, seperti penyakit akibat psikosomatik, yaitu pikiran dan emosi negatif menyebabkan penyakit fisik. Maka dari itu lindungi kesehatan mental untuk kesehatan fisik juga, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Keduanya saling berkesinambung dan terhubung. Gunakan waktu menenangkan dan memulihkan diri dengan menulis dan membaca puisi.

Kru: SSAR

Related articles

Recent articles