asd
19.6 C
New York

yang terabaikan bisa menjadi ancaman terbesar dalam hidup kita

Published:

Hewan merupakan salah satu makhluk hidup yang menetap di Bumi. Beberapa hewan hidup berdampingan dengan manusia, bahkan menurut saya, setiap hewan menggantungkan harapannya pada kesehatan akal dan hati manusia, agar tetap hidup dengan amam dan sehat. Namun pada banyak kasus, ditemukan hewan yang cidera ringan hingga berat, bahkan mati, karena ulah manusia yang tidak sehat akal dan hatinya.

Mengapa saya menyatakan demikian? Tentu saja hal ini berdasar pada teori yang dikemukakan oleh ahli melalui penelitiannya. Dilansir dari Galamedianews.com, dari segi ilmu psikologi menyatakan bahwa tindakan menyiksa hewan secara sengaja atau yang disebut Intentional Animal Torture and Cruelty biasa dilakukan oleh mereka yang memiliki gangguan kepribadian antisosial. Bahkan melalui instagram @animaldefendersindo, salah satu postingannya menyatakan bahwa hasil riset negara maju termasuk Amerika serikat menyatakan bahwa rata-rata para pelaku kekerasan sama manusia dulunya dilatarbelakangi oleh kekerasan pada hewan. Dilansir dari Galadamedianews.com, pernyataan dari organisasi peduli hewan tersebut diperkuat oleh kenyataan bahwa pada tahun 1970, penelitian tentang penyiksaan terhadap hewan menemukan banyak pembunuh berantai atau pemerkosa yang pada masa kecilnya melakukan penyiksaan terhadap hewan atau IATC. Banyak pembunuh berantai terkenal yang pada masa kecilnya diketahui suka menyiksa hewan seperti Jeffrey Dahmer. Saya ambil contoh kasus yang terjadi di Indonesia, pada tanggal 20 Maret 2020. Di mana polisi mengungkap bahwa gadis pembunuh bocah yang mengklaim tidak menyesal atas perbuatannya, sering menganiaya hewan secara sadis.

Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi kita bersama. Tindakan menyiksa hewan akan berdampak pada penyiksaan terhadap sesama manusia bahkan pembunuhan, seperti halnya kasus yang telah saya jabarkan sebelumnya. Meski beberapa fakta tentang perilaku menyiksa hewan terungkap seperti kasus-kasus di atas, seringkali dianggap remeh oleh kita. Padahal sangat jelas bahwa sudah ada korban yang berjatuhan akibat pokok permasalahan ini, baik hewan maupun manusia.

Lalu mengapa penyiksaan terhadap hewan masih terus berlanjut? Dilansir dari beritabojonegoro.com, penyiksaan terhadap hewan masih saja berlanjut karena aparat penegak hukum dianggap masih lemah dalam penindakan hukum, terhadap pelaku kekerasan pada hewan. Faktor tindakan kekerasan terhadap hewan yang terabaikan, juga menjadi salah satu indikator dari pertanyaan ini, diantaranya: 1). Memotong ekor dan kuping anjing untuk keindahan, 2). Mengebiri, 3). Mengeksploitasi hewan untuk sirkus, dan 4). Menggunakan hewan sebagai uji coba kedokteran (vivisectie) di luar batas kelaziman. Selain faktor tersebut, alasan jijik, takut, tidak mau diganggu dan lain-lainnya terhadap seekor hewan kerap diklaim oleh pelakunya. Padahal menurut saya, alasan tersebut sangatlah tidak berterima oleh naluri dan akal sehat, karena seseorang yang memiliki akal dan naluri yang sehat, tidak akan mungkin menyiksa, bahkan menghilangkan nyawa seekor hewan.

Seyogianya, kita mempergunakan akal dan naluri dengan baik, Karena itulah yang menjadi pembeda kita di antara makhluk yang lain. Jika kita menggunakan akal dan naluri yang sehat pastilah bumi dan seisinya dapat terjaga dengan baik pula. Keadaan bumi kita saat ini, merupakan cerminan dari tindakan manusia yang angkuh. Rupa bumi tidak seindah dulu, bahkan keanekaragaman hewan perlahan punah akibat manusia yang melampaui batasan nya.

Related articles

Recent articles