asd
23.8 C
New York

Workshop Puisi: Kerjasama FBS dan Citra Srikandi Indonesia

Published:

Workshop yang diinisiasi dengan tujuan memberi pengetahuan menciptakan gagasan dalam menulis puisi ini merupakan hasil kolaborasi oleh Citra Srikandi Indonesia (CSI) dengan Fakultas Bahasa dan Seni yang diadakan pada Rabu, 10/03/2021 pukul 10.00 WIB sampai 12.00 WIB. Citra Srikandi Indonesia merupakan komunitas sosial para perempuan cendekia yang terdiri dari para Dosen, Pejabat, dan Perempuan dari berbagi disiplin ilmu serta berbagai daerah di Indonesia.

“CSI sudah berdiri selama dua tahun. Dengan tujuan substantif yaitu berbagi ilmu sri asah, asih, dan asuh. Ini merupakan kali pertama Citra Srikandi Indonesia menjalin kerjasama dengan Universitas Negeri Medan. Alhamdulillah meskipun di tengah pandemi dan dengan niat yang indah akhirnya dapat terselenggara acara ini, tentu saja dengan kekuatan silaturahmi. Mudah-mudahan aura dari kekuatan cinta berbagi ilmu ini bisa disebarkan ke semua pihak.” Ucap Prof. Dr. Endang Catur Wati, M.S. selaku Ketua umum CSI.

Acara yang dikonsep langsung dengan dua basis virtual Zoom dan streaming YouTube ini dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Beliau mengatakan bahwa workshop ini sangat menarik, sebab peserta yang hadir tidak hanya dari Sumatera Utara. Tetapi ada juga yang dari Aceh, Bali, Sulawesi, bahkan Serawak Malaysia. Hal tersebut sedikit banyak memberi indikasi bahwa workshop yang diadakan dari hasil kolaborasi FBS dengan CSI ini cukup menarik atensi. “Saya kira ini kesempatan bagi Unimed dapat bekerjasama dengan CSI. Saya berharap semoga kedua belah pihak terus bermitra. Saya rasa ini hal yang cukup baik. Terus terang, memang tidak banyak penyair perempuan. Mudah-mudahan forum CSI ini menjadi forum yang menggagas ide perempuan-perempuan mulia di Indonesia dari berbagai perspektif.” Tutur Dekan Fakultas Bahasa dan Seni sesaat sebelum membuka acara secara resmi.

Workshop yang dikepalai oleh Dr. Nurwani, S.S.T., M.Hum. ini mengundang dua narasumber ternama yakni HM. Nasruddin Anshoriy Ch dan Dr. Elly Prihasti Wuriyani, S.S., M.Pd. Tak hanya diisi oleh para dosen dan fungsionaris FBS, mahasiswa pun turut andil menjadi punggawa dalam menggelar workshop ini. Ada berbagai macam tarian melayu, tembang melayu, musikalisasi puisi, dan pembacaan puisi yang semuanya diisi oleh mahasiswa FBS.

HM. Nasruddin Anshoriy yang merupakan Budayawan Yogyakarta, Produser film dokumenter, Penyair, Peneliti ilmu-ilmu sosial, sekaligus Penulis buku biografi, ilmu sosial, dan keagamaan menjadi pembicara pertama. Beliau mengungkapkan bahwa ada orang yang sangat hebat di kata-kata tetapi di pikiran dan tindakan ia lemah. Ada orang yang hebat di pikiran tetapi di kata-kata dan tindakan yang lemah. Dan ada juga orang yang hebat di tindakan tetapi di pikiran dan di kata-kata ia lemah. “Nah, di sini kita ingin merangkum hal tersebut jadi satu. Dimana rekam kata, rekam pikir, dan rekam jejak itu menjadi satu kesekaligusan. Sehingga seseorang itu hadir di muka bumi betul-betul membawa energi besar dan kebermanfaatan.”

“Saya ingin berbagi etape-etape yang sangat rumit bagi sastrawan. 30 tahun silam saya menulis puisi dan puisi itu mengguncang Indonesia. Karena puisi itu begitu tajamnya melakukan kritik terhadap pemerintah orde baru terkhususnya Pak Soeharto. Sehingga mengharuskan Pak Soeharto turun gunung waktu itu mengirimkan Laksamana Soedomo dan saya mendapatkan perlakuan yang sungguh menarik karena pada saat belasan tahun saya sudah dipertemukan oleh tokoh-tokoh besar untuk diinterogasi. Sempat diancam sebagai subversif karena melakukan kritik keras terhadap Pak Soeharto yang sedang digdaya. Alhamdulillah saya melewati semua itu dengan selamat. Hari ini, kita menulis apa saja bisa. Tapi ketika itu, kita melakukan kritik sekecil apapun kita bisa menghadap persoalan yang sangat serius.” Cerita HM. Nasruddin atau yang lebih akrab disapa Gus Nas.

“Menulis itu membutuhkan nyali besar, membutuhkan keberanian, dan  mental juara jika saya mengutip sebutan Rendra. Kita membutuhkan satuenergi besar untuk berani menulis dan berani mengungkapkan dalam perspektif yang lebih objektif. Kalau dalam konteks sastra, memang kategori ilmiah itu jadi nomor sekian. Menulis puisi itu wajib hukumnya sampai pada poetika. Kalau kita hanya sampai estetika model Socrates, model Plato, model Filsafat Yunani dan sebagainya, itu belum cukup. Jadi, puisi itu harus ditulis menembus dimensi poetika. Dan poetik itu begitu rumit rumusnya. Itu yang nomor satu. Yang kedua adalah dimensi atau komitmen sosial. Ketika pena kita angkat, maka harus ada yang kita bela. Yang ketiga adalah dimensi transenden atau mengagungkan keilaihian. Jadi, harus selalu mengingatkan kita bahwa kita ini adalah makhluk yang dapat bersenyawa dengan siapa saja, harus menebarkan energi positif terhadap makhluk-makhluk lain.” Ungkap Gus Nas memaparkan statementnya.

Sementara, Dr. Elly Prihasti Wuriyani, S.S., M.Hum. dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed yang banyak menciptakan tulisan berbasis feminisme yang menjadi pembicara kedua. Beliau mengambil pembahasan dari tajuk esensial “Ketika Perempuan Bersuara dalam Puisi”. “Saya memandang bahwa menulis sebagai proses kreatif dan kognitif. Yang terdiri dari penulis sebagai penyampai pesan, kemudian ada pesan atau isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan yang terakhir adalah pembaca sebagai penerima pesan. Sastra saya anggap sebagai refleksi pengarang atas kehidupan. Sastra merupakan proses refleksi dari apa yang dilihat, didengar atau dibaca, dialami, dan terakhir dirasakan.” Statement Dr. Elly. Beliau juga turut menjelaskan materi yang diangkatnya dengan melibatkan langsung contoh puisi dari beberapa penyair.

Related articles

Recent articles