asd
27.6 C
New York

Produk Luar Negeri: Antara Benci dan Cinta

Published:

“Produk-produk dalam negeri gaungkan, gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta tapi benci. Cinta barang kita, benci produk luar negeri.” Seru Jokowi.

Statement tersebut dilansir dari kanal Youtube Kompas TV dalam rangka Pembukaan Rapat Kerja Kementerian Perdagangan (Kamis, 04 Maret 2021). Sekilas, kata sambutannya merujuk pada dukungan program bangga buatan Indonesia, yang diharapkan masyarakat dapat lebih mencintai produk negeri dibandingkan produk asing. Meskipun begitu, pernyataan ini tetap saja terasa tidak nyaman di telinga dan sulit diterima penuh oleh akal pikiran, maka memicu perdebatan di kalangan masyarakat.

Tidak cukup menggaungkan cinta produk dalam negeri, bapak presiden turut menyertakan kalimat benci produk luar negeri. Apa menyuarakan cinta produk Indonesia saja tidak cukup? Atau jika tidak cukup, mampukah pemerintah Indonesia memfasilitasi segala penanganan pandemi Covid-19 ini cukup dengan cinta produk Indonesia?

Kata dan kalimat yang sudah konsumtif dapat mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan bertindak. Apabila masyarakat terpengaruh terhadap ajakan tersebut, minimal yang akan mereka lakukan adalah menghindari atau bahkan memilih untuk tidak menggunakan produk asing sama sekali.

Kampanye ini memang bertujuan supaya masyarakat loyal terhadap karya anak bangsa, dan untuk meningkatkan investasi serta mendorong pengembangan UMKM untuk pemulihan perekonomian nasional. Akan tetapi menyuarakan benci produk luar negeri seolah-olah Indonesia tidak menggunakan jasa luar negeri saja. Sedikit membahas mengenai benci. Benci adalah perasaan emosional manusia yang melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati terhadap seseorang, kelompok, maupun objek tertentu, lalu mengarah pada suatu keinginan menghindari, menghancurkan, bahkan menghilangkannya. Rasa benci ini memandang suatu objek menjadi buruk, tidak bermoral, berbahaya, atau perpaduan dari segala hal tersebut (Staun, 2003). Jika seseorang benci terhadap sesuatu maka secara otomatis ia dapat disebut sebagai pembenci, Pembenci akan sering menanamkan rasa benci itu melalui ujaran kebencian, propaganda, dan segala upaya agar mengajak orang lebih banyak untuk menambah jumlah pembenci terhadap objek tersebut. Bukankah hal tersebut termasuk dalam ujaran kebencian? Jika ya, akankah UU ITE menjerat pimpinan negara? Cuuuaaczzk.

Ketika sadar ucapannya menuai kontroversial, Presiden RI ini justu heran “ Masa gak boleh kita gak suka? Kan boleh saja tidak suka pada produk asing, gitu saja ramai. Boleh kan kita tidak suka pada produk asing.” Tuturnya. Kalau begitu bukankah sama halnya dengan masyarakat yang berkata tidak mempercayai adanya Covid-19? Lalu mereka mengatakannya pada khalayak? Sehingga mereka memilih untuk tidak divaksin?

Sangat disayangkan karena seruan ini keluar dari mulut orang nomor satu di Indonesia. Sebab ajakan yang sudah menjadi slogan tersebut dapat berdampak pada hubungan internasional, hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangga. Dan semakin buruk lagi lantaran Indonesia tengah impor fasilitas penangan Covid-19.

Dikutip dari kompas.com, Gun-Gun Heryanto, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute mengomentari pernyataan Jokowi yang menjadi perdebatan ini. Seharusnya, Jokowi menggunakan komukasi persuasif bukan kata yang menyerang produk negara lain. Karena narasi membenci produk asing tak seiring dan tak sejalan dengan kebijakan membuka pintu bagi produk dan investasi asing. Alih-alih memberikan pemahaman kepada khalayak dan pelaku usaha, yang ada malah menjadi blunder yang tidak perlu.

Persoalan produk luar negeri (impor), Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengutarakan, pernyataan Jokowi membenci produk luar negeri sebaiknya tidak disampaikan. Sebab bagaimana pun, tidak mungkin bangsa Indonesia tidak bersentuhan dengan produk dari luar.  “Produk-produk otomotif kita itu kontennya 70% impor.” tuturnya.

Sebuah kalimat kerap disalahartikan. Sebab sebuah kalimat dapat menjadi kekuatan, penggerak, pemicu, bahkan keviralan. Contoh yang tak jauh-jauh, slogan dari iklan lama “Cintailah produk-produk Indonesia” milik Alim Markus, Pemilik PT Maspion. Mungkin terkesan kuno. Akan tetapi besar pengaruhnya sehingga tercipta sebuah branding yang melekat di setiap telinga para pendengar. Hal yang terdengar cukup kuno ini justru melejitkan produksi penjualan, yang secara tidak langsung mempengaruhi daya pikat konsumen/masyarakat untuk mencinta produk-produk Indonesia dengan membeli, menggunakan, serta mengajak/ menularkannya kepada khalayak. Tak hanya iklan Maspion, iklan-iklan sepantarannya pada tahun tersebut pun turut membranding diri, sampai-sampai belanja iklan media di tanah air mengalami pertumbuhan 20% berdasarkan catatan lembaga survey Nielsen Indonesia pada masa itu.

Banyak kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf hingga teks yang persuasif jika ingin menyerukan ajakan kepada orang banyak tanpa perlu menggunakan kata yang berbanding terbalik dari hal yang ingin kita tuju. Sepertinya bapak Presiden Indonesia harus lebih sering berkonsultasi dan mengkomunikasikan apa yang ingin dikatakannya dengan penulis teks pidato/sambutan, nih.

Kru: Adinda dan ssar

admin
adminhttp://persmakreatif.com
Hai, ini saya Admin Persma Kreatif. Apakah kamu punya Pertanyaan dan Saran? Biarkan saya tau!, Kirimkan ke Email kami perskreatiftim@gmail.com atau Melalui Intagram @Persmakreatif

Related articles

Recent articles