asd
23.3 C
New York

Mengusik program mandatori B30 dan B20 dalam krisis minyak goreng. Yang mana lebih efisien?

Published:

    Minyak goreng adalah salah satu bahan sembako yang paling banyak dibutuhkan masyarakat. Tanpa minyak, olahan makanan menjadi tidak nikmat. Dengan minyak, makanan bisa diolah dan divariasikan, misalnya menjadi berbagai jenis gorengan, sebagai bahan dalam pembuatan kue, dan lain-lain. Menjelang bulan ramadhan, banyak juga masyarakat yang berburu takjil, seperti gorengan. Namun, menjelang bulan ramadhan ini, harga minyak menaik, sampai membuat terjadinya kelangkaan di beberapa daerah. 

    Akibat krisisnya minyak goreng, banyak tagline yang muncul seperti “Demi minyak goreng, pemerintah disarankan tunda program B30”, “Petani minta program B30 diturunkan jadi B20 untuk atasi kelangkaan minyak goreng”, “Minyak goreng langka, dampak program B30?”. Nah, dari tagline tersebut yuk pahami perbedaan program B30 dan B20.

    Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Salah satu program pemerintah yang akan dibahas yaitu program B30 dan program B20. Terlebih dahulu, kita akan mengusik tentang program B20. B20 adalah program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 20% Biodiesel dengan 80% bahan bakar minyak jenis Solar, yang menghasilkan produk Biosolar B20. Program ini mulai diberlakukan sejak Januari 2016 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari Minyak Sawit (CPO).

Selain dari CPO, tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dan lain-lain. Program Biodiesel 20% (B20) berjalan dengan baik dengan adanya dukungan kapasitas produksi yang cukup, uji kinerja/uji jalan, pemantauan secara berkala atas kualitas dan kuantitas oleh tim independen, serta penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemanfaatan biodiesel tahun 2018 sebesar 3,75 juta KL dalam negeri telah berhasil menurunkan impor solar sebesar 466.902 KL dan menghemat devisa sebesar US$1,89 Miliar USD atau Rp 26,27 Triliun. Pemanfaatan biodiesel tahun 2018 juga telah berhasil menurunkan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 5,61 juta ton CO2.

    Sedangkan, program mandatori biodiesel 30% (b30) adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar. Peningkatan pencampuran biodiesel dengan bakan bakar minyak jenis solar dilaksanakan karena melihat keberhasilan implementasi Program B20 dan selaras dengan target pencampuran biodiesel yang tertuang pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015.Penerapan B30 juga diharapkan dapat semakin mengurangi laju impor BBM sehingga meningkatkan devisa negara. Program mandatori B30 ini telah diberlakukan pada 1 Januari 2020 sampai sekarang. Hal itu diberlakukan karena Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit. Hal ini dapat menambahkan pemasukan negara karena banyak sekali olahan produk menggunakan CPO (Minyak Sawit) seperti sabun, detergen, dan lainlain. Namun, karena terjadinya krisis minyak goreng ini, masyarakat menyalahkan program tersebut karena terjadinya masalah harga bahan Tandan Buah Segar (TBS).

    Untuk ke depannya, semoga pemerintah mampu memutuskan kebijakan yang terbaik untuk rakyat dan negaranya. Terutama dalam terjadinya krisis minyak goreng ini.

Related articles

Recent articles