Pangeran biru dari tanah London berhasil menyabet gelar akbar lagi bergengsi dalam dunia sepakbola. Beberapa waktu yang lalu, Chelsea Fc berhasil menjadi “King of Europe” pasca melengserkan Manchester City pada final Liga Champions di Porto, Portugal. Ajang Liga Champions sendiri merupakan kompetisi yang memiliki pamor paling “wah” di dunia persepakbolaan sekaligus menjadi ajang paling prestisius bagi standar keberhasilan klub Eropa. Hingga tak heran jika banyak klub di benua biru “jor-joran” membeli pemain demi dapat mengangkat trofi “si Kuping Besar”, salah satunya yakni Chelsea.
Meski harus diganggu oleh narasi-narasi miring sebab Chelsea yang dinilai gagal dan terlalu menghabiskan uang untuk membeli pemain mahal yang “belum klop” dengan skema tim, namun perlahan tapi pasti Chelsea menggaungkan tajinya dan membangun kemistri pemain baru. Apalagi sejak ditukangi oleh salah satu Pelatih ulung asal Jerman, Thomas Tuchel. Chelsea bak mendapatkan aura magis tahun 2012 dan mengulang kejayaannya setelah beberapa bulan saja dikepalai Pelatih Baru. Chelsea era Tuchel dinilai sukses meneruskan spirit pelatih sebelumnya (Frank Lampard) dan dinilai sangat andal merangkul serta mengambil hati pemain yang dikomandoinya. Salah satunya adalah Pemain asal Perancis, N’Golo Kante.
N’Golo Kante merupakan gelandang bertahan terbaik yang dimiliki oleh Chelsea saat ini. Figur seorang Kante semakin banyak digaungkan oleh beragam media, baik media luar negeri maupun Indonesia. Dengan sikap yang low profile dan visi bermain yang tak kenal lelah, informasi seputar hal tersebut cukup empuk jika diangkat dalam suatu headline. Apalagi banyak media yang seakan “menjual” masa lalu Kante dengan sajian berita yang mendakwa “inspiratif”, hal ini semakin mempertegas bahwa sosok N’Golo Kante adalah pemain yang paling banyak dibicarakan pada bulan ini.
Memang, di samping sikapnya yang “Low Profile” banget (yep kita dapat belajar banyak dari sikap low profile-nya), Kante adalah gelandang yang memiliki seribu paru-paru. Ia berada di posisi gelandang bertahan, namun beberapa menit kemudian kita bisa melihatnya yang tiba-tiba di kotak penalti lawan untuk membantu serangan. Ia tak kenal lelah. Pada ajang liga Champions, ia berhasil meraih beberapa Man of the Match. Kante memiliki visi bermain yang dinilai baik dan kokoh. Dan ohh… Lihatlah dia yang dengan uletnya dapat mengantongi tiga gelandang terbaik Real Madrid dan membunuh mimpi playmaker Manchester City yang digadang-gadang sebagai calon penyabet Ballon D’or jika mampu mengangkat trofi si Kuping Besar.
Tulisan ini membatasi apakah seorang N’Golo Kante berhak meraih atau masuk nominasi penyabet Ballon D’or. Sebab, rasanya masih terlalu dini untuk berspekulasi (masih harus mempertimbangkan duo pemain Bayern Munchen yakni Robert Lewandowski dan Kimmich, pemain terbaik sepanjang masa Ballon D’or yakni Messi, Kevin De Bruyne sang playmaker Manchester City, CR 7 si robot, hingga si gladiator asal Real Madrid yakni Casemiro) semua tergantung statistik. Namun, yang harus sama-sama enak jika kita bahas ialah wacana “semua sayang Kante”. Wacana tersebut bagi pecinta sepak bola mungkin terdengar sangat tidak asing. Sebab, berkali-kali juga netizen jika melihat ada postingan yang mengangkat informasi seorang N’Golo Kante, mereka marak menggaungkan kalimat itu.
Wacana “semua sayang Kante” adalah suatu representasi sikap kagum masyarakat terhadap sosok yang low profile (Kante). Kante yang murah senyum, pemalu, sederhana, atau mungkin tak menganut paham hedonisme (haha) menjadikannya sebagai sosok pemain sepakbola yang dikonotasikan tidak memiliki haters (kata banyak orang sih begitu). Tapi, dengan sajian banyak media yang overrated, bisa jadi frasa nomina “semua sayang Kante” akan tidak terdengar lagi dan tumbuhnya haters Kante pada banyak lini.
Mungkin yang bisa sama-sama kita tarik nilainya adalah meskipun kita mendapatkan posisi yang bagus atau gamblangnya memiliki gaji yang baik di dunia kerja, hendaknya untuk dapat menyumbangkan sebagian hasil itu kepada yang membutuhkan, tidak sombong, ramah, ringan senyum, dan tetap low profile seperti N’Golo Kante. Namun kembali lagi, itu semua mutlak adalah pilihan kita. Menjadi low profile adalah pilihan, bukan paksaan. Kita bebas menilai apa yang terbaik untuk diri kita sendiri.