Kerentanan konfrontasi yang terjadi dalam komunikasi di dunia maya semakin sering menjadi topik hangat. Pasalnya, akses berkomunikasi secara virtual cukup mudah untuk dapat dinikmati oleh setiap kalangan di berbagai tempat dan dalam kondisi beragam. Bagaikan pisau bermata dua, kemudahan akses komunikasi ini dapat memberikan manfaat yang sangat cukup signifikan dalam menjawab perkembangan zaman. Namun, di sisi lain kemudahan akses komunikasi juga dapat menjadi polemik manakala komunikator tidak memberdayakan akses tersebut dengan benar.
Kebebasan akses komunikasi dan informasi sering pula dijadikan sebagai salah satu pemantik peredaran berita hoaks di masyarakat. Akibatnya, emosi masyarakat tersulut dan menimbulkan penyerangan di media sosial tidak terhindarkan. Contoh yang paling hangat adalah aplikasi Restock yang menjadi sasaran netizen karena kasus Koboi Fortuner. Masyarakat menunjukkan kemarahannya dengan cara mengunduh aplikasi Restock kemudian membubuhkan komentar yang tidak baik pada kolom feedback. Faktanya, aplikasi tersebut bukanlah milik tersangka MFA (Sulaiman&Prastya,2021). Tidak mengherankan jika Microsoft Corp menobatkan netizen Indonesia sebagai pengguna internet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Kendati demikian, penobatan tersebut pun menuai komentar negatif dari netizen Indonesia.
Merunut ke belakang, polemik konflik di Indonesia sudah terjadi sejak awal pemerintahan. Bangsa Indonesia menyimpan konflik internal yang laten pada awal pemerintahan Soekarno-Hatta antar kelompok negarawan sipil dengan kelompok pejuang yang belum terstruktur (Malik, 2017). Ledakan konflik mencuat pertama kali melalui penyerangan guna memaksa pengubahan bentuk negara. Pada era tersebut, banyak masyarakat menjadi korban konfrontasi tersebut. Berbeda dengan era terdahulu, kemajuan teknologi yang disandangi dengan kemudahan mengakses segala bentuk informasi dan komunikasi tentu saja memiliki efek yang cukup mengerikan jika digunakan sebagai media pemecah belah. Jika konfrontasi di media sosial ini dianggap sebagai hal yang lumrah, maka disintegrasi antar bangsa dan negara tidak akan bisa dielakkan. Hal tersebut semakin diperjelas oleh Malik (2017) yang menyampaikan bahwa eskalasi konflik akan bermula pada ketegangan, meningkat menjadi krisis, dan pada akhirnya meledak menjadi kekerasan. Dengan demikian, perdamaian sebagai cita-cita luhur bangsa pun tidak akan terwujud.
Sebagai pribadi penggerak pilar-pilar perdamaian bangsa, kondisi konfrontasi dan konflik antar golongan perlu menjadi satu sorotan penting. Diperlukan kesepahaman untuk menggempur dinding-dinding konfrontasi pemicu perpecahan. Hal praktis yang dapat dilakukan oleh pengguna media sosial dewasa ini adalah dengan menerapkan 5P dalam menggunakan media sosial. Masing-masing P mengandung arti pantau, pikir, pertimbangkan, pengambilan tindakan, pengaruhi.
Penerapan pertama yang harus kita lakukan ketika menerima informasi adalah memantau. Pada tahapan ini, hendaklah kita membaca satu informasi secara keseluruhan, tidak terbuai dengan judul yang kadang kala bersifat menggiring opini negatif. Dilanjutkan dengan tahapan pikir, yang menuntut kita sebagai generasi emas memiliki keterampilan memproyeksikan satu pemahaman dengan pemahaman lain. Artinya, dalam hal ini kita harus mampu menghubungkan satu informasi dengan informasi lainnya. Misalnya, dalam menilik kasus penghinaan satu golongan, kita perlu memikirkan apakah tindakan penghinaan tersebut adalah awal dari sebuah masalah, atau justru hanya bongkahan fenomena yang terlihat? Apakah ada keterlibatan pihak lain yang semakin memperkeruh kasus tersebut? Jika jawaban-jawaban tersebut sudah didapat, kita bisa melanjutkan ke bagian selanjutnya, yakni pertimbangan. Pertimbangkan pikiran yang telah dikonstruksi dan kaitkan dengan tindakan yang akan kamu lakukan. Misalnya, kita akan mengomentari unggahan berita kasus penghinaan, apakah efek yang ditimbulkan oleh komentar saya? Apakah komentar tersebut dapat tetap berorientasi pada perdamaian? Jawaban-jawaban dari pertimbangan tersebut akan membimbing kita untuk mengambil tindakan. Dan tindakan baik yang kita lakukan sangat mampu memberikan pengaruh yang baik pula pada komunitas media sosial yang ada. Membudayakan kelima langkah tersebut akan memberikan efek yang baik bagi perdamaian bangsa dan dunia. Lantas, masih mau terjebak dalam konfrontasi di media sosial?
Oleh CKB : Elvrida Lady Angel Purba