-3.7 C
New York

Senja di Kaki Langit

Published:

Hari-hari terus berganti, berlalu tanpa henti. Untuk beberapa saat, waktu terasa lama berjalan. Kemudian, rasanya terlalu cepat. Tiba-tiba, sudah ada yang berubah, ada juga yang pergi dan tergantikan lagi. itu seperti lelucon, tetapi adalah kenyataan. Orang-orang cepat berubah, dunia juga sama. Semesta tetap pada tempatnya, hanya isinya yang tidak betah menunggu lama.

Bahkan aku tidak menemukan diri ku sendiri seperti di masa lalu, aku dan kehidupanku pun berubah seiring waktu. Rasanya menyenangkan juga menyedihkan. Tidak ada yang abadi di dunia ini, alam sekalipun. Dari perubahan yang terjadi, selalu ada hal baik yang mengimbangi. Segalanya tidak buruk, karena tuhan mengadakan sesuatu dengan berdampingan. Keburukan dan kebaikan. Aku tidak berpikir bahwa kehidupan ini, sekalipun banyak hal sedih yang harus kusimpan rapi adalah sesuatu yang harus aku sesali. Aku tidak akan bertahan jika menyesal.

Bercerita mengenai hari. Ini adalah liburan pertama ketika aku masuk dunia perkuliahan. Rasanya menyenangkan, di awal. Bisa di bilang, awal yang menyenangkan dan berakhir menyedihkan. Sekali lagi, aku tidak berpikir untuk menyesalinya. Aku akan tetap maju, melihat kedepan, bahwa masih ada hal baik yang harus aku singgahi.

Dari seluruh hari liburan yang sebagian besar aku habiskan dirumah ku yang baru, baru dengan segala isinya. Orang-orang yang aku temui lagi setelah bertahun-tahun lamanya. Canggung, tidak bisa dibantah. Seolah memiliki keluarga baru tanpa melupakan keluargaku yang lebih dulu memelukku. Sedikit cerita, delapan belas tahun aku habiskan bersama mama. Kami tidak pernah berpisah lama, tidak lebih dari dua minggu. Aku hanya selalu melihat dia, memikirkannya, membangun impian untuknya, dan sangat mencintainya. Bersama mama, kami membentuk keluarga baru, kakak, adik, papa, kami dengan formasi yang lengkap walaupun papa bukan ayah kandungku. Aku cukup bahagia atas keluarga baruku saat itu, meskipun lagi-lagi banyak kesedihan yang harus ku susun rapi dan menyelipkannya agar tidak terlihat.

Kemudian, segalanya berubah. Aku memutuskan untuk tinggal bersama papa kandungku dengan keluarga barunya. Rasanya menyenangkan, dan menyedihkan juga. Aku lebih banyak berpikir tentang apa yang harus aku capai untuk memberi hadiah pada mama atas delapan belas tahunku yang berharga dengannya.

Liburan aku isi dengan banyak hal, membaca novel, menonton bersama, bermain bersama adikku, belajar memasak, juga pergi jalan-jalan. Yang paling mengesankan adalah hari itu, ketika kami pergi ke pantai, bermain, makan bersama dan melihat senja di kaki langit. Hal-hal ini sejujurnya belum pernah aku alami. Aku lebih banyak berdiam dirumah ketika tinggal bersama mama. Karena selalu meminta ku untuk tinggal, mama tidak pernah membiarkan aku terlalu sering keluar rumah. Mungkin karena aku perempuan, aku bisa memakluminya.

Mengenai senja di kaki langit. Hari itu, kami tidak merencanakan perjalanan ke pantai. Setengah hari berlalu seperti biasa. Papa berangkat kerja saat pagi. Kemudian, hari itu kebetulan papa pulang siang hari. Mama tiriku meminta papa mengajak kami pergi kepantai, tidak di duga. Papa langsung setuju, itu membuat kami senang. Berangkat dengan semangat, melakukan perjalanan adalah kesukaanku. Bisa dibilang, Alam tempat utuk menengkan pikiran yang bagus. Mungkin, jika aku laki-laki, aku akan melakukan banyak perjalanan untuk melihat alam dan merasakannya.

Aku banyak tertawa. Bukan hanya hari itu. Walaupun aku cenderung pendiam dan tidak banyak berbicara, aku mudah tertawa pada hal-hal sederhana. Aku terlihat bahagia, walaupun sejujurnya tidak. Aku hanya senang pada banyak hal. Bagiku sendiri, di dunia ini kebahagiaan adalah hal yang sangat mahal. Kebahagiaan sejalan dengan kepuasan, dan pada dasarnya manusia tidak pernah merasa puas. Bagaimana cara mengimbanginya adalah dengan bersyukur, dan itu adalah hal yang sering dilupakan banyak manusia.

Senja, ada jingga di sana, di temani sedikit biru dan awan yang sudah tidak lagi putih. Warnanya indah, lebih indah dari sekedar lukisan ternama. Karena dia nyata, benar-benar ada. Sedikit melakonis, karena perempuan adalah makhluk perasa. Ini tidak sederhana bagiku, bukan hanya sekedar senja. Bagian terbaik dalam hidup, selalu berakhir dengan singkat. Sama seperti senja. Singkat yang berharga.
Aku berjalan pelan di bibir pantai, sesekali melihat jejak kaki ku yang terhapus oleh ombak. Jejak memang selalu meninggalkan bekas, namun bukan berarti itu tidak terlupakan. Ya, setidaknya itu menurut pandanganku. Setelah bermain pasir, aku duduk dengan kaki berselonjor. Sesekali, ombak menggelitik, meninggalkan rasa dingin yang diperjelas oleh angin. Sudah sore, langit tidak lagi biru. Dari belakang, papa sudah memanggil. Meminta kami semua untuk membersihkan diri, sudah terlalu sore katanya.
Sebenarnya, aku sempat kesal karena harus menjeda padanganku untuk memperhatikan senja baik-baik. Aku tidak bisa selalu melihat senja di kaki langit, mungkin bisa dibilang ini kesempatan yang langka. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus mematuhi apa kata orang tuaku.

Menggunakan kekuatanku yang super cepat, aku membersihkan diri dan mengganti pakaianku. Lalu, terburu-buru untuk pergi ke sisi pantai lagi. langitnya sangat indah, sebab senja semakin jelas. Hal yang aku sesali saat itu adalah, aku lupa mengabadikannya dengan ponselku. Jika memikirkannya lagi, aku semakin kesal. Baiklah, tidak papa. Katanya. Kita cenderung akan melupakan ponsel ketika melakukan sesuatu yang berharga. Kita terlalu menikmatinya.
Senja, senja, dan senja. Dia seolah ada di kaki langit jika aku lihat dari bibir pantai. Di sudut, di penghujung laut. Ini adalah bagian terbaik dari liburaku, satu hari yang singgah dengan senja. Semoga, aku bisa melihat senja-senja itu lagi, di lain waktu, dengan orang-orang yang berharga.

Related articles

Recent articles