9.6 C
New York

Pengkaderan atau Perpeloncoan? Menggugat Tradisi yang Usang

Published:

Medan, Persma Kreatif – Bung, apakah kau tidak merasa terhina ketika dihormati hanya karena perbedaan usia?

Budaya feodalisme sudah basi. bukankah kita sepakat feodalisme harus ditinggalkan? Atau jangan-jangan kau sebenarnya seorang penganut hierarki feodal?

Sebentar, mari kita perjelas. Apa bedanya aku dan kau? Bukankah kita sama-sama mahasiswa? Bukahkah kita setara di sini? Atau mungkin kau merasa sebagai utusan Tuhan yang diberkahi mandat ilahi untuk mendapatkan penghormatan lebih? Ya, mungkin saja. Ah, sudahlah. Aku lelah bertanya. Aku takkan pernah memahami pola pikir feodalmu itu.

Awalnya, aku kira orang-orang yang memiliki pemikiran kuno seperti itu tidak akan ada di rumah intelektual seperti kampus ini. Penghormatan seharusnya diberikan kepada mereka yang memiliki integritas, kebijaksanaan, dan kontribusi. Penghormatan diberi bukan karena posisi, pangkat, atau jabatan.

Aku teringat kata-kata Soe Hok Gie:

“Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.”

Ironis, bukan? Adik-adik kita sekarang menjadi korban dendammu yang dibungkus rapi dengan dalih kekeluargaan.

Pengkaderan, katamu? Hah, aku lebih suka menyebutnya perpeloncoan dengan topeng tradisi.

Dan, mari kita tidak lupa pembelaan klise favoritmu:

“Ini budaya dan tradisi, Bung, sudah seperti ini sejak dulu.”

Oh, hebat sekali. Kalau begitu, suruh saja semua perempuan pergi dari kampus ini.

Jika kau bertanya, mengapa? Izinkan aku memperjelas untuk pikiran kecilmu itu.

Kau ingat? Dulu kita memiliki budaya patriarki yang sangat keras, sehingga perempuan dilarang belajar di sekolah.

Namun, orang-orang seperti Kartini muncul dan menyadarkan kita bahwa budaya yang salah harus diubah demi kemajuan, bukan dipertahankan.

Norma dan budaya harus bergerak sesuai zaman. Jika tidak ada perubahan, maka tidak akan ada perkembangan apalagi jika bibit-bibir perubahan dihalangi untuk tumbuh.

Tapi, ya, siapa yang peduli tentang perubahan jika tradisi usang ini memberikanmu kekuasaan? Hebat.

Kalau begini caranya, jangan heran jika kita tetap berada di titik nol.

Oh, satu hal lagi, Bung: dosa pertama makhluk Tuhan adalah merasa lebih tinggi dari ciptaan yang lain, hanya karena yang satu terbuat dari tanah, sementara yang lain dari api.

Penulis: Mahasiswa/Haikal Budi

Editor: Chairunnisa

admin
adminhttp://persmakreatif.com
Hai, ini saya Admin Persma Kreatif. Apakah kamu punya Pertanyaan dan Saran? Biarkan saya tau!, Kirimkan ke Email kami perskreatiftim@gmail.com atau Melalui Intagram @Persmakreatif

Related articles

Recent articles