Medan, Persma Kreatif –
Sebagai mahasiswa kami hanya bisa meraba,
ketika setiap putusan turun tanpa suara,
ketika data terus disembunyikan dalam lemari besi yang berjeruji.
Dan kami, sekadar bayang-bayang yang kau inginkan tetap mati.
Teruntuk tuan terhormat yang sedang asyik duduk
di gedung putih besar nan megah,
kami tak pernah tahu arah dari perintah,
hanya merasakan derita dari kebijakan yang tak pernah berjejak di tanah.
Roda-roda empat berbaris rapi di parkiran,
tapi tujuan? Selalu kabur dalam kabut kepentingan.
Kemungkinan-kemungkinan yang kami pikirkan hanya berakhir sebagai tuduhan,
dijawab dengan kebisuan yang menggantung di dinding birokrasi.
Apakah kau menggunakan cara mistis?
Tanpa menyentuh kulit kami, tanpa menusuk tubuh kami, tapi perlahan menggerogoti setiap ruang berpikir, hingga kemanusiaan ini kian diperkosa oleh istana? Atau kau sekadar mengejar statistik,
agar kami lupa bahwa ini semua politik?
Dan sistem padat yang kau bangun,
adalah dinding tinggi yang menjepit hari-hari kami,
merampas ruang di antara waktu,
menyeret kami dalam lorong sempit,
hingga tak ada lagi celah untuk sekadar menatap ke luar, apalagi memikirkan kemanusiaan yang kian terkikis perlahan.
Kami bukan sekadar angka dalam tabel laporan,
bukan deretan nilai yang kau pahat di dinding prestasi, kami adalah mata yang seharusnya awas,
suara yang mestinya lantang, dan pikiran yang harusnya bebas mengalir seperti sungai menuju muara perubahan. Tapi bagaimana bisa kami memenuhi takdir itu, jika sistemmu menutup setiap celah cahaya, menjadikan kami lampu redup di lorong panjang yang kau bangun
dengan tangan-tangan yang tak pernah menggenggam suara kami?
Ah, tampaknya kami terlalu banyak berburuk sangka,
tak mungkin tuan yang terhormat,
penuh rahmat,
malah berbuat jahat.
Penulis: Haikal Budi/Mahasiswa
