asd
23.8 C
New York

Intip 5 Rekomendasi Film Indonesia tentang Bisnis dari Film Lama sampai Film Terbaru

Published:

  1. Tampan Tailor (2013)
    Film ini mengisahkan hidup Topan (diperankan oleh Vino G. Bastian) dan anaknya Bintang (diperankan oleh Jefan Nathanio).Topan yang seorang penjahit, baru saja kehilangan istrinya, dan toko jahitnya. Kemudian Topan mulai melakoni segala pekerjaan untuk terus menyambung hidup sampai akhirnya Topan dapat kembali bangkit dan mengembalikan semua mimpi dan harapannya.

    Konflik dalam film ini akan diawali saat Topan kehilangan sang istri tercinta, yang bernama Tami karena penyakit kanker yang dideritanya. Tidak berhenti sampai di situ, Topan pun harus kehilangan tempat tinggal sekaligus memaksa Bintang untuk putus sekolah setelah usaha toko jahit yang dibangun bersama istrinya mengalami kebangkrutan. Meskipun hampir kehilangan segalanya, keberadaan sang anak membuat Topan sadar bahwa dia tidak dapat menyerah begitu saja.

    Dengan bantuan sepupunya, Darman (diperankan oleh Ringgo Agus Rakhman), Topan pun kembali merintis berbagai usaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, mulai dari menjadi calo tiket kereta api dimana dia membeli tiket yang disediakan oleh pihak penyedia dalam jumlah banyak dan kemudian menjualnya lagi ke konsumen dengan harga yang lebih mahal, Topan juga sempat memikul pekerjaan sebagai kuli bangunan, hingga menjadi stuntmant (pemeran pengganti untuk adegan berbahaya) di sebuah produksi film. Semangat dan kegigihan Topan yang luar biasa ini diam-diam membuat kagum Prita (diperankan oleh Marsha Timothy), seorang gadis penjaga tempat penitipan anak. Dengan bantuannyalah, akhirnya Topan perlahan dapat kembali bangkit dan mengembalikan semua mimpinya.

    Konflik-konflik dan kedalaman kisah perjuangan Topan tidak hanya berhasil menampilkan sisi-sisi mengharukan tapi juga sekaligus mengundang tawa sampai menyentuh aspek romantik. Film ini juga menyuguhkan chemistry yang tak kalah hebat dari para pemainnya. Salah satunya pemeran utama yaitu Topan, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Vino G. Bastian memang selalu tampil total dalam memerankan perannya, tidak terkecuali dalam film ini, bahkan saat saling berlakon dengan Marsha Timothy (yang adalah istrinya dalam dunia nyata) dia berhasil menjalin interaksi yang cukup kuat dan mulus, hingga chemistry-nya benar-benar dirasakan oleh penonton.

    Sebuah film inspirasional yang mengajarkan kepada kita bahwa boleh saja kita kehilangan segalanya, tapi jangan sampai kehilangan harapan, untuk seorang pemula dalam berbisnis yang sempat patah semangat dalam melanjutkan atau membuka saha yang adalah impiannya, maka film ini sangat direkomendasikan untuk mengembalikan semangat dalam berbisnis dan membuka usaha.
  2. Hijab (2015)
    Mengusung cerita tentang kisah sekumpulan wanita yang menjalin hubungan persahabatan dan ingin mendapatkan sebuah penghasilan tambahan dengan cara berbisnis. Menjual hijab adalah bisnis yang mereka pilih untuk dijalankan bersama-sama dan ingin sukses dengan bisnis tersebut.
    Bia, Tata, Sari, dan Anin merupakan sahabat yang rutin mengadakan arisan diikuti suami dan pacar mereka. Ketiga dari mereka, kecuali Anin, hidup sebagai ibu rumah tangga dan juga mengenakan hijab karena alasan berbeda.

    Bia (diperankan oleh Carissa Putri) mulai berhijab karena mengikuti seminar peningkat iman. Karena merasa salah kostum di hari kedua seminar dia memutuskan untuk datang mengenakan hijab. Tidak disangka, saat masuk ke tempat seminar dia disambut gembira oleh pembicara dan para peserta, bahkan ada yang membuat video dirinya dan reaksi orang-orang yang kemudian jadi viral. Sejak saat itu, dia dipanggil sebagai ‘Gadis Hidayah’ dan mendesain baju serta hijabnya sendiri agar nyaman dipakai. Awalnya, Sari (diperankan oleh Zaskia Adya Mecca) mengenakan hijab untuk belajar cara berbisnis barang-barang impor dari Arab. Dalam usahanya itu, dia bertemu dengan Gamal (diperankan oleh Mike Lucock) yang memiliki keturunan dan adat Arab. Setelah menikah dengan Gamal, Sari mulai mengenakan hijab syar’i dan tidak melanjutkan bisnisnya. Sedangkan Tata (diperankan oleh Tika Bravani), mengenakan hijab untuk menutupi botak di tengah kepalanya. Anin (diperankan oleh Natasha Rizki) adalah satu-satunya dari mereka yang tidak berhijab dan belum menikah. Walaupun begitu, pacarnya, Chaky (diperankan oleh Dion Wiyoko) ikut turut menghadiri acara arisan dia dengan ketiga temannya.

    Mereka bertekad memulai bisnis fashion karena Gamal berpendapat kalau arisan yang mereka adakan merupakan arisan suami karena uang yang digunakan mereka diberi dari suami. Ucapan Gamal ini membuat mereka berempat bertekad memulai bisnis fashion. Dengan bantuan sosial media dan modal dari teman Mama Anin, bisnis yang mereka kembangkan mulai terkenal dan sukses bahkan berhasil membuka butik sendiri. Akan tetapi, Sari dihadapi kenyataan bahwa suaminya melarang dia bekerja. Begitu juga Tata yang karena kesibukannya mengurusi bisnis jadi melupakan tugasnya sebagai ibu. Suami Bia (diperankan oleh Nino Fernandez) juga merasa dirinya terancam karena kesuksesannya. Sedangkan, Anin terbutakan impiannya akan segala sesuatu mengenai Paris hingga melupakan teman-temanya yang dilanda masalah.

    Di dalam bisnis yang dikelolanya, Bia bertugas sebagai seorang desainer. Yang mendesain hijab sehingga menjadi hijab yang yang cantik dan siap untuk dipasarkan. Sedangkan Sari bertugas mengelola keuangan, yang mempunyai wewenang untuk mengatur keuangan dalam bisnis mereka. Berbeda lagi dengan Tata dan Anin, yang difungsikan sebagai seorang marketing yang tugasnya memasarkan.

    Tidak disangka dan tidak diduga, berkat kepiawaiannya dalam berbisnis, bisnis yang mereka jalankan sukses, omset yang didapat juga begitu besar. keuntungan yang didapat bahkan melebihi gaji yang didapat oleh suami-suaminya. Kini ketiga perempuan berhijab dan bersuami tersebut tidak lagi dicap sebagai istri yang hanya mengikut dan meminta uang keada suaminya saja. Setelah kesuksesan para wanita di dalam film ini justru suami-suami yang gundah, karena siapa sangka istri yang menurut mereka hanya bisa ikut suami, kini menjadi mandiri dan kaya. Bahkan penghasilan mereka melebihi apa yang didapat oleh suami-suaminya dan mulailah konflik apakah bisnis mereka atau dilanjutkan atau harus mengikuti saran dari suami mereka.

    Dari film ini kita bisa mengambil sebuah pelajaran, bahwa jangan sekali-kali mengawali sebuah bisnis dengan kebohongan. Karena nantinya akan menjadi efek negatif, yang bahkan bisa membuat bisnis kita menjadi hancur.

  3. Filosofi Kopi (2015)
    Bercerita tentang perjuangan dua sahabat yang mencoba untuk membuka sebuah kedai kopi. Meskipun Ben (diperankan oleh Chicco Jerikho) merupakan orang yang sangat ahli dalam meracik kopi dan Jody (diperankan oleh Rio Dewanto) merupakan lulusan universitas luar negeri, tetapi tidak lantas membuat bisnisnya berjalan lancar. Justru banyak sekali kendala dan tantangan yang harus mereka hadapi bersama-sama. Film ini memang pas banget ditonton oleh kamu yang sedang belajar atau membuka bisnis.

    Dari film ini kita belajar, bagaimana membangun sebuah bisnis yang baik bersama seorang sahabat. Karena tentunya menjalankan bisnis dengan sahabat, sangat berbeda dengan menjalankan bisnis dengan orang lain. Seperti mencampuradukkan kehidupan pribadi dalam dunia bisnis merupakan hal yang sangat dilarang, namun keduanya menunjukkan bagaimana bisnis dapat terus dikembangkan saat runtutan konflik seakan menyerang kedua pria ini.

    Ben adalah anak petani kopi yang dilahirkan di tengah perkebunan kopi. Semenjak ibunya meninggal , suasana keluarganya berubah. Ben tidak lagi menemukan kehangatan keluarga yang pernah dia rasakan dulu. Kemudian di umur Ben yang ke-12 tahun , dia memutuskan untuk pergi ke Jakarta meninggalkan ayahnya, di Jakarta Ben pun bertemu dengan Jody , mereka berteman sangat dekat. Kehidupan Ben di biayai oleh ayah Jody dan setelah beranjak dewasa , Ben dan Jody bersama-sama membangun kedai kopi yang diberikan nama “Filosofi Kopi”.

    Namun setelah ayahnya meninggal , barulah Jody tahu bahwa sang ayah memiliki hutang hingga ratusan juta. Tagihan tersebut kemudian menjadi tanggung jawab Ben dan Jody. Keduanya mengalami kesulitan untuk melunasi seluruh utang ayah Jody, karena pada saat itu bahan baku kopi sedang naik dan pengunjung kedai juga sepi. Satu-satunya modal yang dimiliki Filosofi Kopi hanyalah kehandalan Ben dalam meracik kopi.

    Suatu ketika seorang pengusaha menawarkan tantangan kepada Ben untuk meracik kopi terenak. Sang pengusaha tersebut ingin memenangkan sebuah kompetisi dikalangan pebisnis (tender) yang ditawarkan , dengan memanfaat hobi sang konglomerat yang cinta kepada kopi. Apabila Ben bisa memenangkan tantangan tersebut , ia akan mendapatkan cek sebesar 100 juta rupiah , tetapi Ben ingin hadiahnya dinaikan menjadi 1 miliyar rupiah , dengan membuat kesepakatan apabila Ben tidak bisa membuat kopi terenak di Indonesia , maka Ben yang akan membayar 1 miliyar kepada sang pengusaha tersebut. Ide ini ditentang habis-habisan oleh Jody, yang mengingatkan Ben tentang hutang-hutang mereka. Akan tetapi Ben yakin bahwa uang semilyar tadi lah yang bisa melunasi hutang dan mengembangkan Filosofi Kopi. Hal ini membuat Jody mengalah dan mengikuti kemauan Ben. Demi memenangkan tantangan tersebut mereka berburu biji kopi yang mahal di pelelangan. Sepanjang waktu, Ben bereksperimen dengan kopi-kopinya menggunakan berbagai macam teknik yang canggih, hingga akhirnya terciptalah racikan mahakarya yang ia beri nama Ben’s Perfecto.

    Kehadiran kopi Perfecto membuat antrian panjang di kedai kopi “Filosofi Kopi”. Hal itu yang membuat Ben , Jody dan para pekerja di kedai Filosofi Kopi sangat percaya diri bisa memenangkan tantangan tersebut. Rona bahagia menghiasi wajah merka. Sayangnya rona itu tidak seawet kenikmatan Kopi Tubruk. Hal ini menarik perhatian seorang wanita bernama El (yang diperankan oleh Julie Estelle), seorang blogger kuliner sekaligus erprofesi sebagai penilai kualitas kopi bersertifikat internasional. El tertarik dengan klaim kesempurnaan yang disematkan Ben pada kreasinya. Sesesap kemudian, Ben dan Jody dibuat terhenyak oleh komentar ElTentang “Ben’s Perfecto” , baginya hanyalah lelucon jika dianggap sebagai kopi terenak di Indonesia. Karena menurutnya kopi terenak di Indonesia adalah Kopi Tiwus di Jawa Tengah.

    Kopi terenak itu justru ada di kawasan Kawasan Ijen, yakni milik Pak Seno (diperankan oleh Slamet Rahardjo Djarot) dan istrinya (diperankan oleh Jajang C Noer). Kopi itu diberi nama Kopi Tiwus. Akhirnya Ben pergi ke Jawa Tengah untuk mencicipi Kopi Tiwus. Ben terpaku saat mencicipi Kopi Tiwus , ia menyadari Kopi Tiwuslah yang lebih baik. Pak Seno dan istrinya menyajikan kopi dnegan menggunakan hati. Dimana yang membedakan selama ini , Ben membuat kopi dengan rasa obsesi pribadinya terhadap kopi dan bukan dengan hati untuk meracik kopi seperti yang dilakukan Pak Seno. Ben tidak bisa menyajiakan Kopi Tiwus , karena Kopi Tiwus adalah milik Pak Seno. El mengatakan , bukan soal kopinya tetapi soal siapa yang meracik kopinya. Perkataan itu yang membuat Ben tersadar dan demi keselamatan “Filosofi Kopi” , akhirnya Kopi Tiwuslah yang disajikan.
    Ben dan Jody mendatangi pengusaha dan pemilik tender itu. Saat Ben meracik kopi , ia mampu menarik perhatian pemilik tender. Pemilik tender menyukai Kopi Tiwus itu. Artinya , Ben dan Jody memenangkan tantangan ini dan mereka mendapatkan cek senilai 1 miliyar rupiah. Ditengah kebahagiaan itu, Ben tiba-tiba memutuskan berhenti sebagai barista . “Filosofi Kopi”pun kehilangan barista handalnya . Ben kembali ke kampung halamannya di sebuah desa kecil di Lampung. Ia ingin bertemu dengan ayahnya. Kedamaian hidup di desa bersama ayahnya membawa ketenangan untuk dirinya. Tetapi semenjak kepergian Ben , “Filosofi Kopi” seperti kehilangan nyawanya.

    Ayah Ben memberikan sebuah surat wasiat dari ibunya kepada Ben. Kemudian ayahnya mengatakan , bila ia benar-benar mencintai kopi teruskanlah perjuangan sebagai barista. Semangat Ben kembali tergugah lagi , ia pergi ke Jakarta melanjutkan “Filosofi Kopi”. Di akhir film ini Ben , Jody , dan teman-temannya akan berkeliling keseluruh wilayah Indonesia untuk menyajikan kopi.
    Dari kisah yang dicurahkan dalam bentuk film ini dapat kita ambil hikmah dan pembelajaran dalam berbisnis bahwa sesuatu masalah yang ingin kita selesaikan ternyata tidak selalu mudah. Harus ada pengorbanan, tidak meremehkan orang lain yang mungkin memberi masukan baik untuk kita, menghilangkan sifat egois dan selalu pandai dalam melihat peluang.
  4. Cek Toko Sebelah (2016)
    Film Cek Toko Sebelah ini menceritakan seorang tokoh bernama Erwin yang harus dihadapkan dengan pilihan melanjutkan karirnya menjadi seorang pria mapan atau meneruskan bisnis keluarga yang sudah berjalan.

    Berawal dari sebuah keluarga yang mempunyai dua anak laki-laki yaitu Yohan (yang diperankan oleh Dion Wiyoko) dan Erwin (yang diperankan oleh Ernest Prakasa), mereka mempunyai ayah bernama Koh Afuk yaitu pemilik toko sembako yang sukses. Erwin anak keduanya adalah seorang pemuda yang mempunyai karier gemilang, ia juga mempunyai kekasih yang cantik dan tak kalah sukses darinya, yaitu Natalie (diperankan oleh Gisella Anastasia). Sedangkan Yohan anak pertama yang sudah mempunyai istri bernama Ayu nasibnya tak sebaik Erwin, dia kerap tersandung masalah sehingga membuat hubungannya dengan sang ayah sedikit tidak harmonis.

    Awal permasalahan dimulai ketika Koh Afuk sakit-sakitan dan berencana mewariskan tokonya kepada Erwin, sedangkan saat itu Erwin mendapatkan kesempatan promosi untuk bekerja di Singapura yang dapat menambah kesuksesan kariernya, disamping itu kekasihnya juga tidak setuju jika Erwin memilih meneruskan menjadi pemilik toko. Yohan merasa marah dengan keputusan ayahnya, karena menurutnya ialah yang lebih berhak mendapatkan warisan itu. sebenarnya Erwin juga lebih setuju jika toko itu diteruskan oleh Yohan karena Erwin lebih memilih kariernya saat ini, namun karena keadaan ayahnya yang semakin memburuk maka sementara waktu Erwin mau menuruti permintaan ayahnya, namun itu hanya bertahan satu bulan, setelah itu Erwin merasa tidak sanggup meneruskan toko tersebut. Hingga Koh Afuk merasa sangat kecewa dan langsung menjual toko dan tanahnya tersebut.

    Yohan merasa tidak rela jika toko itu harus dijual karena disana terdapat kenangan-kenangan semasa ibu mereka masih hidup. Kemudia Yohan dan Erwin berusaha untuk mendapatkan kembali toko tersebut. Karena sebenernya toko itu juga sangat berharga baginya, hingga ia jatuh sakit karena keputusannya sendiri untuk menjual toko itu. Ahirnya Yohan dan Erwin kembali mendapatkan toko itu dan Koh Afuk setuju untuk memberberikan toko tersebut kepada Yohan sebagai pengembang usaha kue istrinya dan membiarkan Erwin meniti kariernya, sesuai dengan keinginannya.

    Film berjenis drama komedi ini diselingi komedi-komedi yang renyah dan tidak membosankan sehingga tidak terlalu menguras emosi saat menyaksikannya. Alur cerita yang jelas dn runtut juga menjadikan kita larut dalam cerita film tersebut, pemeranan setiap tokoh yang memperlihatkan watak yang khas dan kuat menjadikan nilai lebih bagi film ini.

    Film ini menjadi film favorit pada saat penayangannya, dengan menonton film ini secara tidak langsung kita bisa belajar soal opportunity cost (harga dari sebuah peluang atau kesempatan) dalam mengelola sebuah bisnis. Bagaimana mengelola risiko dan bagaimana kita mengambil keputusan untuk hal-hal sensitif yang berhubungan dengan keluarga.
  5. Milly & Mamet : Ini bukan Cinta dan Rangga (2018)
    Mengulas tentang bagaimana perjuangan Mamet (yang diperankan oleh Dennis Adhiswara) yang berusaha untuk membuka usaha dalam bidang makanan, yang sesuai dengan keinginan dan bakatnya. Namun, membuka usaha ternyata tidak semudah apa yang dia pikirkan. Restu dari mertua, komunikasi dengan keluarga, mencari investor, menjadi tantangan yang harus dihadapi.

    Sebelum film ini dinyatakan resmi digarap, Milly dan Mamet : Ini Bukan Cinta & Rangga memberi penonton gambaran mengenai kehidupan keseharian dari Milly dan Mamet. Pada menit-menit pertama, kita melihat bagaimana dua muda-mudi ini berjumpa lagi setelah bertahun-tahun dalam sebuah pesta reuni SMA. Milly yang adalah seorang bankir (bertugas untuk menangani nasabah, mencari dana masuk, menawarkan kredit atau produk bank, dan lain-lain) yang sedang menjalin hubungan dengan Rama (diperankan oleh Surya Saputra), sementara Mamet menekuni bidang kuliner yang sangat dia sukai. Hingga sebuah kejadian yang tak pernah mereka duga seakan memutar balik dan menyerbakkan aroma nostalgia yang lemudian mendekatkan keduanya.

    Hingga akhirnya perjalanan cinta mereka disatukan dalam ikatan pernikahan dan dikaruniai momongan bernama Sakti. Usai menimang buah hati, Milly memutuskan untuk berhenti bekerja sementara Mamet membantu ayah Milly (diperankan oleh Roy Marten) yang sakit-sakitan untuk mengurus pabrik tekstil. Sebuah pekerjaan yang sejatinya dibenci oleh Mamet, namun tetap dilakukannya demi menjaga usaha kuliner yang ia buka, sekaligus membahagiakan sang istri.

    Kesabaran Mamet dalam menjalani pekerjaan ini akhirnya mencapai puncak lantaran tak tahan terus ditekan sang mertua yang terkesan otoriter. Mamet seketika memilih hengkang dari pabrik pasca mendapat tawaran dari teman lamanya, Alex ( diperankan oleh Julie Estelle), untuk mendirikan restoran. Mengingat ini adalah impian lamanya, Mamet jelas tak berpikir panjang dan Milly pun tak keberatan. Sayangnya, keputusan Mamet untuk memulai karir baru ini juga menjadi awal munculnya rentetan drama rumah tangga seiring makin berkurangnya waktu yang dihabiskan untuk berkomunikasi dengan Milly.

    Humor dalam film yang disutradarai oleh Ernest Prakasa ini memang mendominasi untuk durasi film Milly dan Mamet : Ini Bukan Cinta dan Rangga ini. Bumbu-bumbu pemicu konflik telah ditebar sedari mula sehingga penonton dapat beradaptasi secara cepat begitu momen dramatik mengambil alih momen canda tawa yang turut mengandung komentar sosial terkait kondisi buruh dan penggunaan media sosial. Kita bisa mengendus cikal bakal munculnya drama rumah tangga lewat keputusan Mamet mengundurkan diri dari pabrik, frekuensi kehadiran Mamet di samping Milly yang semakin menurun, gestur kecemasan Milly saat menyadari sang suami telah mengubah skala prioritasnya, dan kemunculan Alex yang tiba-tiba dalam kehidupan Mamet selepas bertahun-tahun tak bersua.

    Kemunculannya ini tentu saja membuat saya bertanya-tanya mengenai motivasi Alex: benarkah dia peduli dengan sang teman baik atau ada agenda lain dibalik ajakan berbisnis bersama ini? Sebuah pertanyaan yang menebalkan rasa ingin tahu, meski sejatinya tanpa bumbu ‘misteri’ pun film telah menambat atensi melalui karakter Milly dan Mamet yang ternyata tak sedangkal seperti diperkirakan.

    Melalui film yang memiliki barisan lagu pengiring ciamik ini, penonton akhirnya mendapat jawaban mengenai sisi personal dari dua karakter polos ini yang membawa kita pada pemahaman mengapa Milly dapat bergabung dengan genk Cinta yang populer dan mengapa Milly bersedia untuk menikahi Mamet yang culun bukan kepalang. Konsep cerita film ini sungguhlah sederhana. Cerita pribadi Milly dan Mamet digali lebih dalam, mulai dari keduanya berpacaran hingga akhirnya menikah dan memiliki satu anak. Milly dan Mamet kemudian hidup berumah tangga sebagai pasangan milenial. Mamet bekerja di pabrik konveksi milik Pak Sony, mertuanya. Sedangkan Milly (diperankan oleh Sissy Priscillia) di rumah saja mengurus anak, bersama ART-nya yang bernama Sari.

    Film ini menyuguhkan penonton bagaimana sebuah kisah rumah tangga dengan berbagai masalah namun disisipkan beberapa lelucon yang membuat penonton menjadi merasa sedih dan terhibur di sepanjang film ini berlangsung. Kedua tokoh utama memiliki karakter yang sangat kuat sehingga membuat film ini terasa sangat hidup, penonton dapat merasakan kesedihan yang dialami karakter utama dan dapat merasakan bagimana tantangan seorang kepala keluarga memulai bisnis yang sudah lama dia impikan saatdihadapkan beberapa pilihan sulit dan membingungkan.

admin
adminhttp://persmakreatif.com
Hai, ini saya Admin Persma Kreatif. Apakah kamu punya Pertanyaan dan Saran? Biarkan saya tau!, Kirimkan ke Email kami perskreatiftim@gmail.com atau Melalui Intagram @Persmakreatif

Related articles

Recent articles