asd
24 C
New York

Bradawipa

Published:

Film dokumenter kolaborasi Watchdoc dan jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STUEB) diangkat dengan judul “Baradwipa”, yang menceritakan tentang dampak nyata yang dialami oleh masyarakat di Pulau Sumatera akibat pengembangan industri fosil batu bara. Salah satu Film sarat pesan agar menghentikan candu batubara ini diputar bertepatan dengan Konferensi COP 26 di Glasgow, Skotlandia. Film dokumenter Baradwipa ini merekam jejak dampak dialami warga Sumatera akibat industri energi kotor. Diawal film mengilustrasikan kondisi listrik di Pulau Sumatra. Diperlihatkan seorang pria tengah bersantai menonton pertandingan sepak bola disalah satu siaran televisi dan beberapa anak sedang belajar bersama, mendadak terjadi pemadaman listrik ditengah aktivitas masyarakat tersebut. Selama beberapa tahun terakhir ini Sumatra sering terjadi mati listrik mendadak atau lebih dikenal dengan “Byar Pret”. Setidaknya seminggu sekali masyarakat terpaksa menghadapi situasi ini, penyebabnya adalah transmisi listrik Sumatra yang belum memenuhi standar kehandalan. Proses penghantaran dari pembangkit listrik ke gardu-gardu inilah yang menjadi persoalan. Padahal, kalkulasinya cadangan daya listrik di Sumatera mencapai 4.263 megawatt (MW) dari 25 unit PLTU yang telah beroperasi. Dengan kapasitas tersebut, surplus pasokan listrik sebesar 55 persen. Meski, pulau Sumatra mengalami kelebihan pasokan listrik, pemerintah masih bersikeras membangun 22 unit PLTU baru dengan total kapasitas 6.789 MW dan mayoritas PLTU-PLTU tersebut didukung oleh investor China dan bank domestik asal Indonesia.


Masyarakat dan aktivis di Sumatera kian menyerukan pesan penting untuk mengingatkan buruknya dampak proyek batu bara yang sudah berdiri dan tengah direncanakan oleh Presiden Joko Widodo. Proyek PLTU batu bara di Sumatera alih alih membantu masyarakat, namun nyatanya memberikan dampak buruk kepada masyarakat disekitar lokasi. Abu dan debu batu bara telah menjadi makanan sehari-hari yang membuat paru-paru mereka lebih cepat rusak serta menyebabkan kerusakan terhadap sumber mata pencaharian warga baik di pertanian maupun di pesisir pantai. Tak henti hentinya penderitaan yang dialami masyarakat seperti petani kehilangan tanah, anak-anak terpapar abu, konflik horizontal, pencemaran sungai yang terjadi. Mulai dari desa di Aceh, tepatnya di Suak Puntong. Abu hitam tampak menyelimuti rumah warga yang sudah lama ditinggalkan. Desa tersebut terancam berubah menjadi desa mati. Alhasil, warga terpaksa menerima ganti rugi dari perusahaan sebab tak sanggup melawan. Dari Aceh, penonton dibawa ke Pangkalan Susu, Sumatera Utara. Banyak warga yang beralih profesi menjadi kuli karena lautnya yang sudah tak berisi. Dody Susanto, salah satu warga Pangkalan Susu sebarkan jaring-jaring di Pulau Sembilan. Saat diangkat, tak satupun ikan atau udang yang biasa ia dapati tersangkut di jaring. Dalam film garapan Watchdoc Documentary, Operasi pembangkit berbahan fosil ini telah mengakibatkan menyempitnya ruang tangkap nelayan karena aktivitas angkutan batu bara melalui jalur laut yang menyebabkan turunnya pendapatan nelayan hingga 70 persen. Selanjutnya, beralih ke cerita warga Sijantang Koto yang ada di Sumatera Barat. Masyarakat di sekitar PLTU batu bara Ombilin ini, bertahan dengan penyakit pernapasan yang dialami sebanyak 76 persen anak-anak dinyatakan paru-parunya telah rusak. Kesehatan masyarakat selalu dikorbankan atas nama pembangunan energi. Sementara itu, kebun milik warga di sekitar Teluk Sepang di Bengkulu tergenang air. Hal ini disebabkan saluran air yang ditutup oleh PLTU tersebut. “Pancasila itukan, setahu Ibu, Undang-Undang ko adil dan beradab, tetapi kenyataan di Ibu, adil dan biadab,” ucap seorang ibu pemilik kebun dalam cuplikan film BaraDwipa. Menurutnya, pemerintah dan pihak PLTU tidak ada reaksi sama sekali untuk mengatasi permasalahan masyarakat disekitar PLTU. Lebih parahnya, puluhan penyu mati terdampar di pesisir pantai Teluk Sepang, juga terjadi. Sebabnya pun karena perusahaan tersebut membuang limbah cair ke laut tanpa izin. Melihat ke Sungai Musi yang berada di Sumatera Selatan, juga terkena dampaknya. Perairan ini menjadi jalur angkut batubara oleh kapal tongkang. Akibatnya, ekosistem sungai pun tercemar. Pasokan listrik dari pembakaran battu bara tak sebanding dengan konflik dimasyarakat, kerusakan lingkungan dan efek jangka panjang terhadap kesehatan.


keberadaan PLTU batu bara yang sudah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan yaitu Sumsel 1 di Sumatera Selatan, Nagan Raya di Aceh, Teluk Sepang di Bengkulu, Jambi 1 di Jambi, Pangkalan Susu di Sumatera Utara. Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Srikandi Lestari, Sumiati Surbakti bahwa pembakaran batubara nyata sebagai bahan pencemar berat dan kontributor emisi global penyebab pemanasan global serta sekitar 44 persen emisi karbon itu merupakan sumbangan dari pembakaran batubara. Bahkan hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum memiliki komitmen serius dan tindakan nyata dalam upaya penanganan dampak krisis iklim seperti menciptakan paket kebijakan seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja, justru terus memberi karpet merah bagi industri energi kotor batubara.

Masyarakat dengan kompak mengungkapkan pendapatnya bahwa kita bisa mempunyai cara lain, yaitu menggunakan Energi Bersih Terbarukan. Bisa jadi kita mengambil dari getel mark, panas bumi, dari kincir angin, panel surya, dan masih banyak lagi. Jika Sumatra memanfaatkan potensi energi bersih untuk menyuplai kebutuhan energi listriknya, Sumatra bisa memulihkan kondisi lingkungan sembari memperoleh energi yang berkelanjutan. Tentunya energi bersih jauh lebih ramah lingkungan dan nyaman dikantong masyarakat. Sebab, jika dibandingkan biaya produksi listrik dari energi terbarukan jauh lebih murah daripada energi kotor batu bara. Pada bagian menit-menit terakhir film ini memberikan informasi perbandingan antara energi batu bara dan energi bersih terbarukan. Dalam beberapa tahun terakhir, biayanya terus menurun secara signifikan. Bahkan energi surya tercatat sebagai sumber energi termurah dalam sejarah. Jika di konfersi biaya listrik dari tenaga surya berkisar diantara angka 725 – 870 rupiah per kWh, sedangkan biaya listrik batu bara mencapai 980 – 1120 rupiah per kWh.

Kru : Hikari Azzahra

Related articles

Recent articles